Penelitian menunjukkan 75 persen saat sendirian, seseorang akan bersedia membantu orang lain ketika melihat korban dalam bahaya.
Sebaliknya, hanya sekitar 31 persen saja saat seseorang tersebut dalam suatu kelompok akan bersedia membantu. Fenomena inilah yang dinamakan bystander effect.
Apa itu bystander effect?
![]() |
Bystander effect menggambarkan situasi apatis dalam kehidupan sosial |
Bystander effect adalah suatu keadaan yang menggambarkan situasi dimana beberapa orang yang menyaksikan tindak kriminal atau situasi bahaya yang terjadi pada orang lain, namun tidak melakukan apapun untuk membantu korban.
Fenomena bystander effect ini juga disebut sebagai efek pengamat atau perilaku apatis sosial. Menyiratkan keadaan dimana beberapa orang hanya mengamati situasi berbahaya tersebut tanpa mampu melakukan tindakan baik yang bisa diharapkan.
Dalam keadaan sehari-hari bystander effect sering terjadi di masyarakat, seperti dalam keadaan bullying, perundungan, aktivitas perusakan lingkungan seperti membuang sampah atau mencoret-coret tembok tanpa izin.
Baca juga: “Toxic Positivity” Kata-kata penyemangat yang menyesatkan
Lalu kenapa bystander effect ini terjadi?
Dilansir dari biologydictionary.net, menjelaskan bila faktor yang mempengaruhi bystander effect karena para pengamat atau orang yang menonton merasa bukan mereka yang harus bertanggung jawab (disfungsi tanggung jawab) untuk membantu orang yang berada di situasi bahaya tersebut.
Melainkan tanggung jawab itu dialihkan kepada orang lain yang juga menonton atau melihat situasi bahaya tersebut.
Ketika seorang penonton atau pengamat melihat kerumunan tidak merespon, dia menganggapnya sebagai sinyal bahwa dia tidak harus mengambil tindakan apapun. Alasan lain kenapa fenomena ini terjadi adalah karena:
- Rasa takut mengambil risiko yang bisa membahayakan dirinya sendiri.
- Takut menjadi sasaran balik dari perundungan atau penindasan tersebut.
- Merasa tidak memiliki kekuatan untuk membantu.
- Tidak melihat serangan bahaya secara nyata yang dilakukan terhadap korban.
Meskipun demikian, para pengamat ini dalam situasi tertentu berkemungkinan akan membantu apabila:
- Mengenali korban.
- Memiliki pelatihan pertahanan diri.
- Memiliki kemampuan dalam hal medis.
- Berpikiran seseorang itu layak dibantu.
Contoh kasus bystander effect yang viral terjadi
Telah banyak kasus kejahatan atau situasi bahaya yang terjadi di sekitar kita dan berujung fatal dikarenakan hanya menjadi tontonan semata dari para pengamat.
Salah satu kasus yang terkenal dan menjadi pemicu munculnya teori bystander effect ini adalah kasus pembunuhan yang terjadi pada Kitty Genovese.
Kasus ini bermula saat wanita muda yang berusia sekitar 28 tahun itu pulang kerja ke apartemennya pada malam hari di tanggal 13 Maret 1964.
Ketika sudah dekat pintu apartemen, dirinya dirampok dan ditusuk oleh seorang pria bernama Winston Moseley.
Pada saat itu Genovese sebenarnya telah berteriak dan menangis untuk meminta tolong. Sayangnya tidak ada yang menolongnya.
Padahal sekitar 13 orang tetangga Genovese mendengar teriakannya pada malam itu. Namun, tidak berusaha menolong Genovese atau menelpon polisi. Barulah selang 30 menit kemudian ada yang menelpon polisi dan tim keamanan tiba di tempat.
Fatalnya ketika polisi tiba, Genovese meninggal akibat luka yang dia terima dari perampok tersebut.
Selang lima tahun kemudian pada 1969, psikolog sosial John Darley dan Bibb Latane menerbitkan penelitian Bystander Apathy yang menguji efek interaksi sosial dalam tanggap darurat.
Dalam fenomena sehari-hari mungkin kamu pernah mengetahui hal ini terjadi dan akibat perilaku pasif tersebut menyebabkan orang lain celaka.
Baca juga: Society Riweuh di Indonesia
Cara mencegah Bystander effect
Agar perilaku ini bisa kamu hindari dan tidak melepaskan tanggung jawab begitu saja. Maka, sebenarnya kamu bisa membiasakan diri kamu dengan melatihnya melalui beberapa hal berikut ini.
-
Menanamkan pada diri sendiri bahwa kamu orang baik
Setiap orang terlahir dengan sifat baik. Adapun bila perilaku itu melenceng, itu bisa diakibatkan adanya faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal atau eksternal.
Oleh sebab itu, tanamkan dalam dirimu bahwa kamu memang orang baik. Sehingga dengan perasaan seperti itu, kamu akan lebih siap membantu orang lain.
-
Lebih banyak melihat perilaku membantu yang dilakukan orang lain
Cara lainnya untuk mencegah perilaku bystander effect adalah dengan lebih banyak melihat perbuatan baik yang dilakukan oleh orang lain. Biasanya itu juga yang akan mendorong kamu untuk termotivasi berbuat baik.
-
Lebih jeli
Salah satu faktor bystander effect terjadi adalah karena tidak melihat secara nyata perilaku kejahatan yang dilakukan kepada korban. Oleh karena itu, untuk mencegah bystander effect terjadi artinya kamu perlu jeli memerhatikan lingkungan sekitar.
Jangan sampai karena ketidaktahuan tersebut, membuat kamu terlambat untuk menolong orang lain.
-
Memiliki hubungan pribadi
Memang munculnya efek pengamat atau apatis sosial ini akibat seseorang kadang merasa tidak mengenali korban sehingga urung untuk membantu.
Bila ini terjadi, maka sebaiknya kamu tetap membantu korban. Jangan berpikiran bila hanya kamu saja yang membantu korban dan orang lain acuh. Pasalnya dalam situasi darurat kamu bisa menumbuhkan respon yang dipersonalisasikan kepada orang asing.
Caranya adalah dengan melakukan kontak mata langsung atau pembicaraan kecil yang bisa mendorong orang lain juga untuk membantu.
Baca juga: Toxic Word Netizen Indonesia ditengah Pembelaan dan Pembullyan
Dengan memahami empat cara mencegah perilaku bystander effect di atas. Diharapkan ini bisa memupuk kepedulian kamu terhadap sesama dengan tidak membiarkan perilaku jahat hanya sebagai tontonan belaka.
Referensi:

Seorang penulis yang telah berkecimpung dalam bidang ini selama lebih dari lima tahun.
Saat ini kegiatan saya tidak hanya sekedar menulis, tapi juga sedang mendalami tentang SEO (Search Engine Optimization) serta membangun situs ini agar bisa lebih berkembang.