Site icon Denai Cahaya Malam

Ini tentang Mimpi, titik

Mimpi bagiku adalah sebuah pilihan hidup. Karena  kita sebagai manusia di berikan 1000 pilihan mimpi atau lebih oleh Alloh, dan mimpiku ketika SMA adalah menjadi seorang Jurnalis. Semua itu berawal dari kisah perjuangan hebat pewarta dari Tv One yang diculik oleh Israel M. Yasin, aku merasa mengaguminya, sebagai wartawan dia sangat berani mengambil tugas untuk ditempatkan di Palestina yang pada waktu itu sedang terjadi konflik perang dengan Israel. Dan dia menjadi tawanan tentara Israel karena tertangkap.
        Persepsiku pada waktu itu bahwa, Jurnalis itu HEBAT. Dia yang mempunyai kemampuan untuk mengabarkan kepada dunia luar apa yang sebenarnya terjadi, bukan mengangkat issu yang murah, tapi  mengangkat issu yang real terjadi dalam suatu peristiwa. Dan pada saat itulah, aku tambatkan hatiku untuk menjadi seorang JURNALIS.
Aku yakin bahwa dengan menjadi Jurnlis, aku bisa menjadi bagian dari para pewarta yasin-yasin yang lain. Yang  berani, mengabdi dan mengabarkan kabar yang sebenarnya. Aku tau, setiap langkah yang aku lakukan mempunyai resikonya, dan kuliah sebagai jalan awal tangga –tangga kecilku untuk meraih mimpi sebagai jurnalis. Tepat keluar dari SMA, aku utarakan maksud hati ini kepada Ibunda bahwa aku anakmu ini sebagai perempuan ingin menjadi Seorang pewarta Berita. Aku menjelaskan padanya bahwa aku tidak seperti perempuan pedesaan lainnya, yang menginginkan bekerja sebagai guru, dan kemudian menjadi PNS. Aku ingin berpetualang mengetahui dunia luar yang terasa asing bagiku, karena aku percaya menjadi jurnalis akan mengantarkanku dengan dunia luar itu.
“Ibu, mungkin nanti aku tidak akan menjadi PNS seperti apa yang selalu kau elu-elukan tentang mereka yang sukses menjadi PNS, aku juga tidak akan menjadi guru perempuan yang rapih dan cantik. Tapi, aku lebih memilih menjadi seorang jurnalis, yang siap menjadi jurnalis di manapun dan kapanpun aku berada, aku juga mungkin akan jauh darimu setelah aku bekerja, tidak seperti layaknya seorang guru yang masih melimpah kesempatannya di kampungku, bolehkan aku memilih ini ibu?”
        Kurang lebih seperti itulah, aku mengutarakan dan menjelaskan mimpiku untuk menjadi seorang jurnalis kepada Ibu, dan aku mendapatkan restunya.  Beliau membebaskan aku untuk memilih impianku memilih jalan hidupku. Dan karena itu juga aku sangat-sangat mencintai ibuku.
    Perjalanankupun terasa ringan, aku percaya itu semua karena doanya. Setelah sekarang ditempa menjadi sosok jurnalis, aku dihadapkan dengan hal-hal baru. Deatline, update, kritis, relasi, wawasan, dan hal-hal lainnya yang itu semua perlu diperhatikan oleh seorang jurnlis. Aku memang baru masuk kedunia ini, catatan-catatan penaku pun belum berlembar-lembar hanya sebatas coretan hasil wawancara dari segelintir orang. Dari berbagai praktek yang aku lakukan itu. Aku  tau, bahwa seorang jurnalis juga akan lebih mengetahui kehidupan masyarakat tidak hanya kaum jetset tapi juga kaum dhuafa,miskin yang kurang beruntung lainnya. Dengan menjadi jurnalis mengharuskan aku siap seperti Bunglon,  tiba-tiba harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan para petinggi, namun disisi lain harus siap untuk empati melihat keadaan masyarakat disisi lainnya.
           Pernah seorang dosen bertutur bahwa dunia bisa dirubah hanya dengan tulisan, tak perlu orasi, tak perlu retorika dunia ini bisa dirubah hanya dengan pena dan pemikiran kita. Dan aku percaya bahwa memang benar, dengan tulisan para ahli ilmu islam seperti avicena yang tulisannya dijadikan pedoman ilmu kedokteran Eropa.
Apapun yang terjadi sekarang dan nanti ini tentang impianku, dan aku tidak menyesal jika suatu hari nanti aku menjadi jurnalis. Nurlailla kamil
Exit mobile version