Pemutaran film Tjidurian yang di selenggaran oleh Komunitas film dokumenter Bandung ini, berlangsung di Auditorium Museum KAA pada hari Selasa (02/10). Acara ini ternyata rutin diselenggarakan oleh mereka setiap hari hari Selasa di Museum KAA Bandung. Dengan mengangkat tema yang berbeda-beda setiap minggunya.
Pada waktu itu aku datang bersama temanku yaitu Ratu, Micel, Ratih dan Pacarnya (kaka), kami datang kesana kesiangan yang harusnya tepat jam 13.00 pada waktu itu hampir pukul 14.00.
Ketika aku sampai ke auditorium KAA kami langsung mengisi daftar hadir dan menduduki tempat duduk paling ujung didekat pintu keluar sementara Micel, entah duduk dimana. Pikirku dia mungkin duduk di sebelah pojok barat, karena pada waktu itu kursi yang tersisa di sebelah sana.Lammaaa aku melihat cuplikkan filmnya, aku kira film ini didalamnya memerankan suatu tokoh yang heroin, dan ternyata aku baru mengetahuinya dari temanku Ratu, bahwa di film ini ga ada unsur adegan. Semua menceritakan tentang wilayah Tjidurian yang terletak didaerah Jakarta. Yang kesemuanya itu diceritakan oleh para tokoh-tokoh yang pernah mengalami atau tinggal didaerah Tjidurian itu.
Sekitar sejam setengahan atau lebih film ini akhirnya beres juga, dan aku masih bingung tentang esensi film yang barusan aku tonton tadi. Karena ternyata para tokoh itu menceritakan Tjidurian, PKI, Lekra, dan semuanya yang mungkin terjadi saat itu. Kataku kepada Ratu, “Tu, harusnya kita tadi searching dulu tentang tjidurian, atau lekra biar kita ngerti/ nyambung nonton filmnya?”. Dia menjawab “iah la!”
Pemutaran filmpun beres di tepat jam 3an lebih, lalu dilanjutkan dengan season sharing atau tanya-tanya mengenai atau diluar pembahasan film, dan ternyata memang banyak para penonton yang bertanya seputar PKI, malahan disana juga ada seorang laki-laki bernama Sugeng yang tidak salah, dia merupakan korban dari salah satu bagian keluarga PKI yang saat itu dikucilkan. Sebenarnya aku masih bingung tentang kebenaran peristiwa G30/SPKI sampai sekarang. Apakah kejadian itu memang nyata karena komunis atau hanya intrik dari permainan politik saat itu. Yang jelas film-film tentang PKI, termasuk bukunya juga beberapa tahun yang lalu sempat dilarang beredar di Indonesia.
Kedepannya, jika ada waktu, insyaalloh aku akan nonton lagi kesana, tapi dengan film yang lebih seru dari ini, mudah-mudahan..^^
Dan setelah puas menonton, kami pun berjalan-jalan melihat-lihat Museum KAA, tapi tanpa Micel. Karena setelah kami cari-cari, entah kemana dia pergi. Aku tidak bisa menelponya karena HP nya (mice) Lowbet, hingga akhirnya kami memutuskan untuk berjalan ke landmark braga sampai malam kami tak kunjung melihat batang hidungnya Micell.. ^^

Seorang penulis yang telah berkecimpung dalam bidang ini selama lebih dari lima tahun.
Saat ini kegiatan saya tidak hanya sekedar menulis, tapi juga sedang mendalami tentang SEO (Search Engine Optimization) serta membangun situs ini agar bisa lebih berkembang.